Chapter 1 – Seni Pedang
Pagi yang cerah dengan deru angin yang berdesir di halaman yang penuh dengan tanaman yang cantik. Suara kicau burung yang merdu diiringi dengan tarian canda menciptakan suasana yang tentram dan damai di halaman Istana Kerajaan Ilgnicia.
Di pagi itu, seorang pemuda yang sibuk menyelesaikan rutinistas latihan paginya sedang melakukan pushup 100x.
“Sembilan puluh tu…juh”.
“Sembilan puluh dela…pan”.
“Sembilan puluh sembi…lan”.
“Seratuss..”.
“Fiuuhhh… Kupikir tubuhku sudah mulai terbiasa dengan latihan rutinku ini, mungkin aku harus menambah beban latihanku”. Bangun pemuda tersebut mengambil minuman yang ada di meja dekat tempat ia latihan.
Pria itu bernama Ark Pendragon adalah pangeran ketiga dari selir kedua Raja Arthur Pendragon. Pria yang memiliki tinggi 178 cm dengan tubuh proporsional dengan otot yang mengesankan ini selalu menghabiskan pagi harinya dengan latihan fisiknya. 
Rambut hitam dengan hidung mancung, kaki ramping namun terlihat kokoh, mata yang lebar dengan alis mata tebalnya menggambarkan seorang pangeran tampan dari negeri dongeng.
“Kulihat Yang Mulia sudah selesai dengan rutinitas pagi Anda”. Tiba-tiba seseorang pria paruh baya dengan badan besar dan armor yang kuat menghampiri Ark.
“Oh Seth, kaukah itu? Ya, aku baru saja selesai dengan semua ini. Baru saja aku akan ke tempat mu untuk memulai latihan pedang kita”.
“Baiklah, aku akan menunggu Anda di lapangan biasa, Anda bisa melakukan peregangan dan bersiap-siap terlebih dahulu”.
“Baiklah”.
Seth Ordeal adalah seorang Kapten Ksatria Integritas unit ketiga Kerajaan Ilgnicia. Dia memimpin pasukan paladin kerajaan yang bertugas menjaga Kerajaan dari invasi Naga maupun Iblis. Ia dikenal sebagai Magic Swordsman terbaik kerajaan Ilgnicia, kekuatannya dipercaya setara dengan 1000 prajurit kerajaan dan sudah dikenal baik diseluruh benua.
Pria dengan tinggi badan sebesar 185 cm, memiliki otot-otot yang kuat dan juga tubuh yang besar meninggalkan kesan ksatria yang agung. Rambut berwarna merah dengan sorot mata tajam membuat siapapun musuhnya akan ketakutan dengan tatapan matanya saja. 
Dia menggunakan baju lengan panjang berwarna merah dengan zirah berwarna silver yang menutupi tubuhnya dan sarung tangan besi silver yang membungkus lengannya hingga siku. Celana panjang hitam yang ditutupi sepatu perang besi berwarna silver sambil menyarungkan pedang suci ‘Audulma’ di pinggangnya.
Memiliki guru terbaik seperti dia benar-benar sebuah keberuntungan bagiku yang tidak memiliki bakat sihir yang baik disbanding saudara dan saudariku.
Aku bersiap-siap untuk latihan pedang dengan Kapten Seth, aku memakai baju dan armor latihan serta mengambil pedang yang kusiapkan sebelumnya dan berjalan menuju tempat latihan.
Tempat latihan kami adalah lapangan dibelakang Istana yang disediakan oleh raja sebagai tempat latihan kami para pangeran dan putri kerajaan. Karena siang hingga sore hari lapangan istana digunakan untuk latihan sihir, maka kami berdua selalu melakukan latihan di pagi hari.
Lapangan latihan terlihat sepi hanya ada Seth yang sedang menungguku. Berbeda dengan pada saudaraku yang memiliki bakat dengan sihir mereka, aku yang tidak terlalu berbakat mencoba menutupi celah yang memisahkan kami dengan ilmu pedang dan latihan fisik.
Tentu saja di dunia dimana sihir diatas segalanya, mereka lebih percaya bahwa berlatih sihir lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan latihan fisik dan ilmu pedang. Itulah mengapa lapangan latihan selalu sepi di pagi hari, sedangkan siang hari nanti lapangan ini akan ramai oleh saudara-saudaraku yang berlatih dengan guru mereka masing-masing.
“Kulihat saudara-saudara Anda lainnya tidak ada yang hadir lagi untuk latihan Fisik pagi ini, Yang Mulia”. Seth berbicara sambil memandang ke arah pintu aku masuk.
“Sudahlah Seth, lupakan saja mereka. Mereka memiliki pemikiran bahwa sihir lebih unggul dibanding seni berpedang. Mereka beranggapan dengan sihir, mereka dapat memperkuat ketahanan fisik mereka berkali-kali lipat dibandingkan dengan latihan yang kita lakukan”.
“Aku memang setuju dengan pemikiran itu, namun apabila fisik mereka yang sudah kuat diperkuat dengan sihir, maka kekuatan mereka akan jauh lebih kuat dari sebelumnya”.
“Yah itulah alasanku untuk melakukan latihan fisik ini setiap hari, setidaknya aku yang tidak berbakat dalam sihir pertarungan dan penyembuhan dapat memanfaatkan sihir ketahanan tubuh yang mudah dipelajari semua orang untuk memperkuat fisikku saat ini”.
“Justru kemalasan mereka lah yang suatu saat nanti akan menjadi senjata makan tuan bagi mereka hahahaha…” aku menjawabnya dengan penuh percaya diri.
“Baiklah kita mulai latihan pedang kita pagi ini, Yang Mulia”. Seth langsung memposisikan dirinya dengan kuda-kuda seni berpedangnya.
‘Regal Blade (Sword Art)’ adalah seni berpedang milik kerajaan Ilgnicia. Diperkenalkan pertama kali oleh leluhur keluarga Ordeal saat awal mula Kerajaan Ilgnicia berdiri dan berperang dengan ras lain dalam sebuah perang tiada akhir, kami yang hidup saat ini menyebut masa itu sebagai ‘Age of Glory’. Banyaknya pahlawan legenda yang lahir dalam masa perang dan segala teknik serta sihir yang diturunkan hingga saat ini dipercaya berasal dari era tersebut.
‘Regal Blade (Sword Art)’ merupakan teknik yang berpusat dalam kuda-kuda yang kuat dan kokoh, ayunan yang cepat dan tepat. Apabila dikombinasikan dengan gerakan cepat untuk menghindar dan serangan balik, maka dipercaya sebagai teknik pedang tanpa celah.
Seth memusatkan kaki kanannya didepan sebagai tumpuan sebelum bergerak ke depan untuk menyerang, ia memegang pedang besar dengan kedua tangannya, menghadapkan ujung mata pedangnya kepadaku, kuda-kuda yang kuat dan tatapan yang tajam yang siap menyerangku kapan saja.
Aku membalas kuda-kuda Seth dengan kuda-kuda bertahan namun siap melayangkan serangan balik. Aku memegang pedang kayu besarku dengan tangan kananku dan tangan kiriku memegang lengan kanan ku bersiap untuk menahan gesekan serangan pedang Seth.
“Bersiaplah Yang Mulia”. Seth berbicara dengan nada serius.
Seth maju dengan serangan langsung berusahan membuka jarak antara aku dengannya, dia dengan cepat mengayunkan pedangnya dari atas kebawah dengan ayunan kuat tanpa sedikitpun celah bagiku untuk menyerang balik. Aku menahan pedangnya dengan pedangku dan menggiringnya ke kanan tubuhku, tangan kiriku dengan cepat meraih gagang pedangku untuk membantu tangan kananku menahan serangan Seth.
Lalu, saat ujung mata pedangku sejajar dengan wajah Seth, aku menusukkan pedangku tepat ke wajah Seth. Namun, dengan cepat Seth menghindar ke samping dan mengayunkan pedangnya secara horizontal menujuku, aku pun menahan pedangnya secara vertikal. Dentuman pedang kami yang bertemu menggetarkan lapangan latihan.
“Kupikir Anda sudah mulai percaya diri Yang Mulia”. Seth memujiku.
“Simpan saja pujianmu saat aku sudah bisa mengalahkanmu, Seth!”. Aku menjawabnya sambil mendorong pedangku dan membuat jarak diantara kita.
Kami mulai beradu pedang kembali dengan cepat. Serangan Seth yang kuat dan akurasi yang tepat beberapa kali membuat ku mundur dan hampir terjatuh. Namun, aku bangun dengan cepat dan menyerangnya dengan sekuat tenaga. Aku sadar, jika ini pertarungan hidup dan mati aku tidak mungkin dapat keluar hidup-hidup dari pertarungan ini.
Namun, pelatihan ini bukan bertujuan untuk mengalahkan Seth. Aku sadar perbedaan kemampuan kami dan pengalaman dalam pertempuran hidup dan mati kami sangatlah besar dan bukanlah jarak yang mudah untuk ku persempit.
Pengalaman menghadapi pertempuran yang sesungguhnya, merasakan keadaan hidup dan mati dan bagaimana cara untuk mengatasi pertempuran seperti itulah tujuan yang sesungguhnya dalam pelatihan ini.
Aku sadar, hidup sebagai ksatria tanpa sihir di dunia dimana ilmu sihir dipandang tinggi saat ini adalah bunuh diri. Walaupun banyak orang yang menyarankanku untuk menempuh pendidikan diplomatik kerajaan namun bagiku jalan ini tetap pentingnya bagi seseorang sepertiku agar dapat menjaga diri sendiri.
Apakah jalan yang ku tempuh ini benar atau tidak aku tak peduli. Aku hanya perlu melangkah maju untuk saat ini.
Serangan demi serangan Seth membuatku terus terjatuh, aku yang sudah kehilangan nafas berusaha untuk mengatur ritme nafas ku kembali. Sedangkan Seth, dia tidak terlihat lelah sama sekali. Benar-benar seorang ksatria terbaik kerajaan ini, aku berharap untuk segera mengejarnya.
“Yang Mulia, kulihat pergerakan menghindarmu sudah cukup baik. Namun, caramu untuk mempertahankan kuda-kudamu setelah menghindar perlu Anda perbaiki lagi”. Seth memberikan saran sambil mengayungkan pedangnya lagi ke arahku.
“Itu bukanlah hal mudah jika lawannya itu kau Seth!”. Aku berusaha mengimbangi pergerakan Seth yang semakin cepat.
Serangan pedang Seth melesat dari bawah secara vertikal, aku berhasil menahannya dengan zirah sarung tanganku namun aku terlempar cukup jauh sesaat serangan itu mendarat padaku.
“Kuugghh~”.
“Ada apa Yang Mulia? Apa Anda sudah menyerah?”. Seth berhenti dan mengejekku.
“Tentu saja belum, aku bahkan belum pemanasan saat ini”. Balas ku mengejeknya
“Baiklah, mari kita lanjutkan lagi yang mulia”. Seth maju dengan cepat menutup jarak antar kita.
Teknik Berpedang Seth benar-benar luar biasa, tidak ada gerakan yang sia-sia yang dia lakukan. Aku merasa diriku mulai terbiasa dengan teknik bertempur Seth. Pelatihan ku selama bertahun-tahun di lapangan ini sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Aku yang saat ini mampu berdiri seimbang dengan Seth bukanlah pencapaian yang orang lain perkirakan tentangku.
Aku yang dulu bahkan tidak mampu berdiri dengan benar saat Seth menghunuskan hawa membunuhnya. Kakiku yang gemetar membuatku terjatuh berkali-kali. Tanganku yang berkeringat saat itu membuat pegangan pedangku melonggar hingga Seth dengan mudah melemparkan pedangku dengan pedangnya.
Setelah pedang kami beradu kesekian kali, aku mencoba untuk melancarkan teknik pamungkas ku untuk menjatuhkan Seth.
“Hah… Ha… aha… Kupikir jika pertandingan ini lebih lama aku akan kalah karena kehabisan stamina”.
“Anda mampu bertahan lebih lama dari yang kubayangkan Yang Mulia, peningkatan stamina anda sangatlah mengesankan”. Seth membalas sambil tersenyum kecil.
“Kupikir jika aku memiliki skill sihir milik Ayah, aku dapat menang lewat adu stamina denganmu Seth”.
“Yang Mulia Raja kupikir ada di liga yang berbeda dengan kita saat ini”. Seth membalas sambil memejamkan matanya, lalu dia membuka matanya dan bersiap menerima seranganku.
Arthur Pendragon, Raja dari Kerajaan Ilgnicia saat ini dan juga ayahku memiliki Skill Tingkat-A ‘Mana Absorption’ yang mampu menyerap mana dilingkungan sekitarnya atau rekannya. Skill ini membuat penggunanya seakan memiliki mana atau stamina tak terbatas.
“Bersiaplah Seth! Akanku kerahkan seluruh kemampuanku dalam teknik ini”.
Aku mengatur nafasku dan mencoba memperkuat aura disekitar tubuhku. Aura adalah sesuatu yang berbeda dari ‘mana’, berbeda dengan ‘mana’ yang terdapat di dalam tubuh manusia dan juga alam sekitar. Aura hanya ada di dalam tubuh manusia, mekanisme yang mirip dengan ‘tenaga dalam’ dapat memperkuat tubuh beberapa kali lipat dalam waktu singkat, namun penggunaan Aura dapat menyebabkan seseorang merasa cepat lelah.
Sedangkan mana seperti bahan bakar untuk menghasilkan sihir. Ketika seseorang mengeluarkan sihir, ‘mana’lah yang memicunya. Ketika sihir ditembakkan menuju target, ‘mana’ di alam menjadi perantara untuk sihir tersebut agar dapat melaju dan mengenai target. Dikatakan bahwa seorang penyihir yang dapat memanipuasi mana dalam tubuh dan mana yang ada di alam sekitar akan menjadi penyihir yang sangat kuat.
Seperti itulah mekanisme mana dan sihir di dunia ini. Namun mana juga seperti Aura, itu memiliki jumlah terbatas dalam setiap tubuh manusia. Itulah sebabnya Raja yang memiliki skill ‘Mana Absorption’ menggambarkan sosok kecurangan yang sesungguhnya.
“Hoooo… Benar-benar teknik manipulasi Aura yang baik, Yang Mulia”. Seth tersenyum melihat perkembanganku.
“Lihatlah teknik yang kuciptakan ini”.
Aku mengarahkan ujung mata pedangku kearah Seth dan mengumpulkan Aura dalam tubuhku dan mengalirkannya ke ujung pedangku. Hawa panas disekitar tubuh ku menciptakan kepulan asap yang keluar dari kulitku. Saat aku sudah merasakan Auraku menyelimuti seluruh tubuhku aku mengalirkan seluruhnya ke ujung pedangku.
“BULL PIERCING!”
“HYAAAAAHHHHHH…..”
Dentuman aura yang keluar dari ujung pedangku melesat menuju Seth dengan kecepatan gila. Kupikir Seth akan menghindarinya tapi dia tidak bergerak sedikitpun dari tempat dia berpijak.
“Regal Blade Sword Art – Meteor Crush!! Haaaaahhh…”
Seth mengeluarkan seni berpedangnya dan mengayunkan pedangnya secara vertikal dengan momentum yang kuat. Momentum yang dia timbulkan benar-benar terasa seperti diciptakan oleh meteor itu sendiri, cukup untuk membuat lapangan latihan ini berlubang. Namun, serangan ku yang mendekat jatuh langsung tepat dibawah  jalur serangan Seth sehingga seranganku di netralisasi oleh seni pedang milik Seth.
Aku yang menyaksikannya hanya bisa terheran kagum akan kekuatan dari Ksatria terkuat ketiga dari kerajaan Ilgnicia. Jika ada Kapten Seth di kerajaan ini, aku yakin kerajaan ini akan aman selalu itulah yang ada dibenakku. Namun, kenyataan segera menyadarkan, jika Kapten Seth sekuat ini bagaimana kekuatan Komandan Utama Ksatria, lalu sekuat apa Raja yang disebut sebagai berkah langit untuk manusia.
“Kurasa jalanku untuk jadi yang terkuat masih sangat lah panjang. Hehehe…”. Aku tersenyum sambil berguman sendiri untuk menghibur diriku yang saat ini kalah telak.
Dukung karya saya dengan cendolnya untuk menyambung hidup melalui trakteer.id/absurdmen
ReplyDelete